Sabtu, 30 Oktober 2010

klasifikasi tes psikologi dan baterai tes

1. Klasifikasi Tes Psikologi
sampai sekarang ini, tahun 2004 bulan mei, telah terbit banyak sekali tes psikotes yaitu menulis nama-nama tes psikologi sudah menemukan beberapa halaman untuk meningkatkan perlu dilakukan klasifikasi supaya dapat memperoleh pengetahuan singkat mengenai tes, tetapi cukup komprehensip. Hal inipun juga ada masalahnya, karena ada beberapa pendapat mengenai klasifikasi tes, sehingga dapat membingungkan pembaca. Tetapi bukan ini yang dimaksudkan, melainkan pakailah daya komparasinya.
I. Drenth (1965) memberikan deskripsi menyeluruh mengenai kategori tes dalam dua kategori, yakni:
A. Tes Kemampuan/Prestasi, yang dapat dibagi lagi menjadi:
a. Tes Kecerdasan Umum (TKU) / Bakat Tunggal, terdiri atas:
1. TKU individual untuk Anak
2. TKU individual untuk Dewasa
3. TKU kolektif untuk Anak
4. TKU kolektif untuk Dewasa
b. TKU bentuk jamak, ada dua macam, yakni:
1. Baterai tes kecerdasan
2. Baterai tes bakat
c. Tes Kemampuan Khusus (TKK)
1. Tes kecerdasan khusus
2. Tes bakat khusus
3. Tes bakat kerja khusus
d. Tes Non-Intelektual
1. Tes Motorik dan Waktu Reaksi
2. Tes Daya Konsentrasi
3. Tes Estetis
e. Tes Kemajuan Belajar/Prestasi:
1. Tes Pengetahuan
2. Tes Ketrampilan (Skill), Fluency.
B. Tes Tingkahlaku (Performance Test)
a. Metode Observasi :
1. Tes Observasi
2. Skala Observasi
3. Metode Observasi Kelompok
b. Metode Inventori :
1. Tes Minat (Interse)
2. Tes Sikap dan Nilai
3. Inventori Kepribadian
4. Metode Inventori Khusus
c. Tes Pola Tingkahlaku :
1. Tes Organisasi
2. Tes Kualitatif Tingkahlaku Motorik
3. Tes Kualitatif untuk Kecerdasan
4. Metode Pengukuran Gaya Tingkahlaku
d. Metode / Tes Proteksi, meliputi:
1. Motode Persepsi
2. Motode Interpretasi
3. Motode Konstruksi
4. Motode Ekspresi
5. Motode Asosiasi
6. Motode Pilihan
II. Pendapat Kouwer (19552)
a. Berdasarkan instruksi dan cara pengambilannya:
1. Tes individual dan tes kelompok.
Pada tes individual pada suatu waktu tertentu tester hanya menghadapi satu testee. Pada test kelompok pada suatu waktu tertentu tester menghadapi sekelompok testee.
Menurut sejarahnya kebanyakan test mula-mula adalah test individual, tetapi karena kebutuhan lalu dikembangkan menjadi test kelompok.
2. Tes kecepatan dan tes kemampuan (speed and power test).
Pada speed test yang diutamakan adalah kecepatan dan ketepatan kerja. pada test tipe ini waktu untuk menyelesaikan test itu dibatasi. Power test adalah tipe test yang mengutamakan kemampuan, bukan kecepatan dan ketepatan. Untuk test ini waktu untuk mengerjakan test itu pada dasarnya tidak dibatasi
b. Berdasarkan jenis pertanyaannya :
1. Tes bebas budaya dan tes tidak bebas
2. Tes langsung (Proyektif) dan tes tidak langsung (Prestasi).
3. Tes jawaban bebas dan tes pilihan
Tes pilihan terdiri atas :
a) Tes mencari jawaban yang tepat, dapat berupa dua alternatif atau lebih.
b) Membuat peringkat jawaban
c) Mencari padanan (matching test)
c. Berdasarkan cara melihatnya, dapat dibagi menjadi :
1. Tes alternatif
2. Tes graduil
Penilaian pada test alternatif berdasarkan atas benar salah. Jadi hanya ada dua alternatif, benar dan salah.
Pada test graduil penilaian itu bersifat graduil, jadi ada beberapa tingkatan misalnya diberi nilai, 5, 4, 3, 2, 1.
d. Berdasarkan fungsi-fungsi psikis yang dijadikan sasaran:
1. Tes fantasi
2. Tes asosiasi
3. Tes daya ingat
4. Tes kemauan
5. Tes minat
6. Tes sikap
e. Berdasarkan cara penyelesaiannya:
1. Tes verbal dan non-verbal
pada tes verbal, testee di dalam menyelesaikan atau mengerjakan tes tersebut harus menggunakan kata-kata, misalnya memberikan keterangan, memberikan hasil perhitungan, memberikan lawan kata, mengatakan kekurangan pada sesuatu gambar, dan sebagainya. Pada tes non-verbal atau sering juga disebut performance test testee tidak harus memberikan response berwujud bahasa. melainkan dengan melakukan sesuatu. seperti misalnya mengangkat tangan, menyusun rancangan balok, mengatur gambar, dan sebagainya.
2. Tes tertulis dan tes oral:
f. Berdasarkan jenis pertanyaan (Item):
1. Pilihan paksa – Forced choice
2. Item ambigu – Ambiguity item
g. Berdasarkan kontruksinya:
1. Tes standar
2. Tes informal
h. Tes berdasarkan performansnya, ada dua macam,
yakni:
1. Tes kertas dan pensil – Paper and pencil test.
2. Tes yang memakai apparatus (alat)
i. Berdasarkan kesesuaian dengan kreterium:
1. Tipe tes dengan tingkahlaku identik
2. Tipe tes dengan elemen-elemen identik
3. Tipe tes indikasi-indikasi tingkahlaku
4. Tipe dari kondisi-kondisi tingkahlaku
5. Tipe yang secara teoritik berhubungan dengan kreterium.
III. Klasifikasi yang diajukan oleh Cronbach (1969):
Dilihat dari isi dan tujuannya
Dari isi: Tes pengukuran performans maksimum dari subjek. contoh tes abilitas.
Dari tujuan: tes pengkuruan performansi tipikal dari subjek dihubungkan dengan situasional tertentu.
Misalnya tes kepribadian, tes minat, tes karakter
IV. Didalam buku pembimbing ke psikodiagnostik edisi II ada yang masih belum di sebutkan antara lain:
a. Berdasarkan atas materi testnya yang berhubungan dengan latarbelakang teorinya, test dibedakan menjadi:
1) Test proyektif, dan
2) Test non-proyektif
Test proyektif disusun atas dasar penggunaan mekanisme proyeksi. Jadi diharapkan supaya di dalam testing dengan test demikian itu pada testee terjadi mekanisme proyeksi yang semaksimal mungkin. Karena itu biasanya materi testnya terdiri atas obyek yang belum atau kurang jelas strukturnya. Test non-proyektif sama sekali tidak mempertimbangkan adanya mekanisme proyeksi itu.
b. Berdasarkan atas bentuknya test dibedakan menjadi:
1) test benar salah (true-false test)
2) test pilihan berganda (multiple choice test)
3) test isian (fill in test)
4) test mencari pasangan (matching test)
5) test penyempurnaan (completion test)
6) test mengatur obyek (object arrangement test)
7) test deret angka (digit span test)
8) test rancangan balok (block design test)
9) test asosiasi (association test)
10) dan sebagainya.
c. Berdasar atas penciptanya, test dibedakan menjadi:
1) test rochach
2) test biner-stmon
3) test szondi
4) test kraepelin
5) test wechsler
6) dan sebagainya
d. Selanjutnya ada lagi satu cara penggolongan, yang banyak sekali diikuti orang, yaitu menggolongkan test itu menjadi empat golongan yaitu:
1) test intelegensi umum (general intelligence test)
2) test bakat khusus (special ability test, aptitude test)
3) test kepribadian (personality test)
4) test prestasi (scholastic test). achievement test.
untuk selanjutnya dalam pembicaraan-pembicaraan yang berikut klasifikasi inilah yang akan dipakai sebagai rangka pembicaraan.

2. MEMADUKAN INFORMASI DARI BERBAGAI MACAM TES (Baterai Tes)
Untuk memprediksi kriteria praktis, diperlukan tidak hanya satu melainkan sejumlah tes. Kebanyakan kriteria itu kompleks; ukuran kriterianya tergantung pada sejumlah sifat yang berbeda. Sebuah tes tunggal yang dirancang untuk mengukur kriteria semacam itu haruslah amat heterogen. Akan tetapi, telah ditunjukkan bahwa sebuah tas yang relatif homogen, yang terutama mengukur satu sifat tunggal, lebih memuaskan karena menghasilkan skor: yang - kurang ambigu (Bab 5). Maka dari itu, kerap kali lebih disukai untuk menggunakan perpaduan berbagai tes yang relatif homogen, di mana masing-masing meliputi berbagai aspek berbeda dari kriteria itu, lebih dari pada sebuah tes tunggal yang terdiri dan campuran banyak jenis soal yang berbeda-beda.
Bila sejumlah tes yang terpilih secara khusus digunakan bersama untuk memprediksi sebuah kriteria tunggal. tes-tes tersebut dikenal sebagai baterai tes. Masalah yang muncul dalam penggunaan baterai semacam itu menyangkut cara di mana skor pada tes yang berbeda dipadukan untuk sampai pada keputusan yang menyangkut masing - masing individu. Ada dua jenis utama prosedur yang ditempuh untuk maksud ini yaitu, persamaan multiregresi dan analisis profil. Ketika tes dijalankan dalam telaah intensif atas kasus-kasus individual, seperti dalam diagnosis klinis, konseling atau evaluasi atas eksekutif tingkat tinggi, penguji biasanya memanfaatkan skor-skor tes tanpa analisis statistik lebih jauh.
Dalam mempersiapkan sebuah laporan kasus dan dalam membuat rekomendasi, penguji mengandalkan penilaian, pengalaman masa lampau, dan alasan teoritis untuk menginterpretasikan pola - pola skor dan mengintegrasikan temuan-dari berbagai tes yang berbeda. Persamaan Regresi Majemuk. Persamaan regresi majemuk menghasilkan skor kriteria terprediksi untuk masing-masing individu berdasarkan skornva pada semua tes dalam baterai. Persamaan regresi berikut menggambarkan aplikasi teknik ini untuk memprediksi prestasi siswa dalam pelajaran matematika sekolah menengah dan skornya pada tes Verbal (V), Numerik (N), dan penalaran (R: reasoning):

Prestasi Matematis = 0,21V + 0,21W + 0,32R + 1,35

Dalam contoh ini, skor tes dan skor kriteria dikemukakan sebagai stanine. Skala skor lainnya bisa digunakan untuk maksud ini. Dalam persamaan di atas, skor stanine siswa pada masing-masing dan ketiga tes ini dikalikan dengan. bobot bersangkutan yang ada dalam persamaan. Jumlah semuanya ini, plus sebuah konstanta (1,35) memberikan posisi stanine terprediksi dan seorang siswa dalam pelajaran matematika.
Andaikan Betty Jories mendapat skor stanine sebagai berikut:
Verbal 6
Numerik 4
Penalaran 8
Perkiraan prestasi matematika siswa ini adalah sebagai berikut:
Prestasi Matematis = (0,21)(6) - (0,21)(4) + (0,32)(8) + 1,35=6,01
Stanine Betty yang diperkirakan adalah 6. Perlu diperhatikan (Bab 3) bahwa stanine 5 menunjukkan kinerja rata-rata. Dengan demikian, Betty diharapkan berprestasi lebih baik daripada rata-rata dalam pelajaran matematika.
Kinerjanya yang menonjol dalam tes penalaran (R 8) dan skor di atas rata-ratanya pada tes verbal (V = 6) mengimbangi skornya yang buruk dalam kecepatan dan ketepatan perhitungan (N = 4). Teknik-teknik tertentu untuk penghitungan persamaan regresi bisa dilihat pada buku-buku pegangan statistik I psikologi (misalnya, D.C. Howell, 1997; Runyon & Haber, 1991). Pada dasarnya, persamaan seperti itu didasarkan pada korelasi masing-masing tes dengan kriteria, dan juga pada antar-korelasi di antara tes-tes. Yang jelas, tes-tes yang memiliki korelasi lebih tinggi dengan kriteria seharusnya menerima bobot lebih. Akan tetapi, sama pentingnya untuk mempertimbangkan korelasi masing-masing tes dengan tes-tes lain dalam baterai ini. Tes-tes yang berkorelasi tinggi satu sama lain menggambarkan duplikasi yang sebenarnya tidak perlu, karena tes-tes ini meliputi aspek yang sama dan kriteria itu. Dimasukkannya dua tes semacam itu tidak akan sangat meningkatkan validitas : keseluruhan baterai, meskipun kedua tes itu bisa mempunyai korelasi tinggi dengan kreteria tersebut. dalam kasus semacam itu, salah satu tes ini akan berfungsi sama efektifnya dengan pasangannya; oleh karena itu hanya satu yang akan di pertahankan dalam baterai itu.
Akan tetapi. bahkan setelah duplikasi paling serius pun disingkirkan, tes-tes yang tetap dengan baterai akan berkorelasi satu sama lain sampai tingkat tertentu. Untuk nilai prediktif maksimum, tes-tes yang memberikan sumbangan cukup unik pada keseluruhan baterai seharusnya menerima bobot lebih besar daripada. tes-tes yang agak menduplikasi fungsi -fungsi tes lainnya. Dalam penghitungan persamaan regresi majemuk. masing-masing tes di bobot dalam proporsi langsung terhadap korelasihya dengan kriteria dan dalam proporsi terbalik terhadap korelasinya dengan, tes-tes lainnya. Dengan demikian ini, bobot tertinggi akan diberikan pada tes dengan validitas tertinggi dan jumlah tumpang - tindih paling rendah dengan sisa baterai itu.
Validitas keseluruhan baterai dapat diperoleh dengan menghitung korelasi (R) antara kriteria dengan baterainya. Korelasi ini menunjukkan nilai prediktif yang paling tinggi yang dapat diperoleh dari baterai tadi, apabila setiap tes diberi bobot optimum untuk memprediksi kriteria yang dipertanyakan. Bobot-bobot optimum adalah yang ditentukan oleh persamaan regresi. Perlu dicatat bahwa bobot-bobot ini hanya optimum untuk sampel tertentu tempat mereka ditemukan. Karena kesalahan peluang dalam koefisien korelasi yang digunakan untuk menurunkannya, bobot-bobot regresi bervariasi dan satu sampel ke sampel lain. Dengan demikian, baterai ini harus divalidasi silang dengan mengkorelasikan skor kriteria yang diprediksi dengan skor kriteria sesungguhnya dalam sampel yang baru. Terdapat rumus-rumus untuk mengestimasi besarnya penciutan (shrinkage) dalam suatu korelasi berganda yang diharapkan sewaktu persamaan regresi itu diaplikasikan ke sampel kedua, tetapi apabila mungkin, verifikasi empiris lebih disukai. Semakin besar sampel untuk menurunkan bobot-bobot regresi, maka semakin kecil penciutannya.
Dalam situasi tertentu, validitas prediktif sebuah baterai bisa ditingkatkan dengan memasukkan dalam persamaan regresi sebuah tes yang punya korelasinya nol dengan kriteria itu tetapi tinggi dengan tes lain dalam baterai itu. Situasi ini muncul ketika tes yang tidak berkorelasi dengan kriteria bertindak sebagai variabel penekan untuk menyingkirkan atau menekan varians yang tidak relevan dalam tes lain (Conger & Jackson, 1972). Misalnya, pemahaman membaca bisa punya korelasi tinggi dengan skor pada tes kemampuan matematis atau mekanis. karena masalah-masalah tes ini membutuhkan pemahaman instruksi tertulis yang rumit. Jika pemahaman membaca tidak relevan dengan perilaku pekerjaan yang diprediksikan, pemahaman membaca yang dibutuhkan oleh tes memasukkan varians kesalahan dan memperendah validitas prediktif tes itu. Menyelenggarakan tes pemahaman membaca dan memasukkan skor-skor pada tes ini dalam persamaan regresi akan menghilangkan varians kesalahan ini dan meningkatkan validitas baterai itu. Variabel penekan muncul dalam persamaan regresi dengan bobot negatif. Jadi semakin tinggi skor individu pada pemahaman membaca. semakin banyak yang dideduksi dari skornya pada tes matematis atau tes mekanis. Akan tetapi, dalam situasi apapun, cara revisi tes yang lebih langsung untuk menghilangkan varians yang relevan lebih disukai daripada penyingkiran statistik tidak langsung untuk menghilangkan semacam ini melalui variabel penekan. Bila perubahan dalam tes tidak mungkin dilakukan, penelitian variabel penekan seharusnya dipertimbangkan. Dalam kasus-kasus semacam ini, efek variabel penekan seharusnya selalu di. cek dalam sebuah sampel baru.
Analis Profil dan Skor Potoug. Di samping analisis profil yang disesuaikan pada individu tertentu yang digunakan dalam penilaian klinis, pola skor-skor tes yang diperoleh dengan baterai seleksi personil bisa dievaluasi dari segi skor multipotong (multiple cutt off score) Singkatnya, prosedur ini mencakup penetapan skor potong minimum pada masing-masing tes. Bila metode ini diterapkan secara ketat, setiap orang yang ada di bawah skor minimum itu pada tes manapun akan ditolak. Dalam memilih tes yang tepat dan menentukan skor potong untuk pekerjaan tertentu, adalah lazim untuk mempertimbangkan lebih daripada hanya validitas tes. Jika hanya tes sang menghasilkan koefisien validitas signifikan yang dipertimbangkan, satu atau lamb kemampuan yang penting yang dalam pekerjaan itu semua pekerja unggul bisa diabaikan- karenanya perlu untuk mempertimbangkan Juga bakat- bakat tersebut untuk para pekerja unggul sebagai kelompok, bahkan bila perbedaan-perbedaan individual melebihi batas minimum tertentu tidak berhubungan dengan derajat keberhasilan pekerjaan. Lagi pula. dalam sejum1ah pekerjaan, para pekerja bisa begitu homogen dalam ciri pokok sehingga rentang perbedaan individual menjadi terlalu sempit untuk menghasilkan korelasi yang berarti antara skor tes dan kreteria
Penggunaan metode multipotong ini nampak paling jelas dalam General Aptitude Tes Baatter GATB, yang dikembangkan oleh United States Employment Service untuk digunakan dalam konseling pekerjaan dan program rujukan kantor jasa pekerjaan negara (US Department of Labor, 1970). Dan sembilan skor bakat yang dihasilkan oleh baterai ini, hal-hal yang dipertimbangkan untuk masing-masing pekerjaan dipilih berdasarkan korelasi kreteria, dan juga rata-rata dan simpangan baku dalam pekerjaan itu serta observasi kualitatif dan analis pekerjaan
Argumen paling kuat untuk penggunaan skor multi potong dan bukannya persamaan regresi didasarkan pada kemungkinan skor pengimbang. Dengan kata lain, kekurangan yang serius dalam satu ketrampilan bisa tetap tak terdeteksi dalam skor baterai total orang itu karena skor tinggi pada tes lainnya. Jika kekurangan muncul dalam suatu keterampilan yang menentukan bagi kinerja pekerjaan tertentu, pelamar yang diseleksi itu akan gagal. Akan tetapi, situasi ini bisa dihindari dengan mengidentifikasi satu atau lebih keterampilan kunci yang mungkin diperlukan dalam pekerjaan tertentu dan menerapkan skor potong hanya pada tes-tes yang berhubungan.
Untuk kebanyakan tes biasanya lebih disukai untuk mempertahankan skor aktualnya, karena semakin tinggi skor tes semakin baiklah kinerja pekerjaan individu. Seharusnya ditambahkan bahwa riset ekstensif dengan GATB telah memberikan bukti kuat bagi sifat linear hubungan tersebut itu (Coward & Sackett, 1990; Hartigan & Wigdor, 1989; Hawk, 1970). Di bawah kondisi-kondisi in penyeleksian individu berdasarkan besaran aktual skor-skor tes mereka menghasilkan lebih baik dari pada menerima semua mereka yang melampaui skor potong minimum.

1 komentar: